Edelweis (kadang ditulis eidelweis) atau Edelweis Jawa (Javanese edelweiss) juga dikenal sebagai Bunga Abadi yang mempunyai nama latin Anaphalis javanica,
adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan
tinggi Indonesia. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian maksimal 8 m
dengan batang mencapai sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak
melebihi 1 m. Tumbuhan yang bunganya sering dianggap sebagai perlambang
cinta, ketulusan, pengorbanan, dan keabadian ini sekarang dikategorikan
sebagai tanaman langka.
Saya teringat
dengan Suzie, teman wanita saya yang dengan bangga memamerkan bunga
edelweis yang diberikan oleh pacarnya. Katanya, edelwis merupakan
perlambang cinta yang penuh ketulusan mengingat tekstur yang halus dan
lembut dengan warnanya yang putih (walau ini sebenarnya tergantung
kepada habitat di mana ia tumbuh yang menyebabkan warnanya agak
kekuning-kuningan, keabu-abuan ataupun kebiru-biruan).
Edelweis
juga melambangkan pengorbanan. Karena, kata Suzie, bunga ini hanya
tumbuh di puncak-puncak atau lereng-lereng gunung yang tinggi sehingga
untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang amat berat. Ditambah
lagi dengan adanya larangan membawa pulang bunga ini, pemetik harus main
petak umpet dengan petugas Jagawana. Dan jika kedapatan memetik bunga
ini bisa-bisa seperti teman saya yang terpaksa harus berendam di Ranu
Kumbolo malam-malam ketika ketahuan mengambil bunga ini di Gunung
Semeru.
Yang paling dasyat menurut Suzie, meskipun dipetik bunga ini tidak
akan berubah bentuk dan warnanya, selama disimpan di tempat yang kering
dengan suhu ruangan. Karenanya, lanjut Suzie dengan antusias, edelweis
adalah bunga keabadian. Bunga yang membuat cinta akan tetap abadi!
Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil berlalu tanpa sepatah katapun. Sikap Suzie tak berbeda dengan para (oknum) pecinta alam
dan pendaki gunung yang merasa bangga jika bisa membawa edelweis pulang
sebagai bukti bahwa ia telah menaklukkan sebuah gunung. Keserakahan dan
mitos ini telah membuat edelweis sebagai bunga langka bahkan terancam
kepunahan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Hakim Luqman dalam Kasodo, Tourism, and Local People Perspectives for Tengger Highland Conservation, menyimpulkan bahwa tanaman ini telah punah dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Padahal
Edelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan
pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah
yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu
yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya
dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang
biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus, sangat disukai oleh
serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu,
lalat, tabuhan, dan lebah terlihat mengunjunginya.
Kini Taman Nasional Gunung Gede Pangrango diklaim sebagai tempat
perlindungan terakhir bunga abadi ini. Di sini terdapat hamparan bunga
edelweis yang tumbuh subur di alun-alun Suryakencana sebuah lapangan
seluas 50 hektar di ketinggian 2.750 meter di atas permukaan laut.
So, bagi yang sealiran dengan Suzie, silahkan datang ke sana.
Petiklah sepuasnya, bawa pulan semua dan biarkan bunga abadi ini musnah
abadi untuk selamanya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar